Selasa, 03 Desember 2013

210 Judul Karya Tulis Ilmiah D3 Keperawatan


text
"Berjuanglah, karena perjuanganmu akan mendoakan Mu Selalu dan Sampai Kapanpun Itu"

 
  1. GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI PENDERITA KUSTA UNTUK BEROBAT KE .KARAKTERISTIK PASIEN MIOKARDIAL INFARK AKUT (MCI) ...
  2. GAMBARAN GAYA HIDUP PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II DI ...
  3. HUBUNGAN ANTARA LAMA HARI RAWAT DENGAN TIMBULNYA GEJALA DEPRESI PADA PASIEN FRAKTUR DI RUANG ...
  4. GAMBARAN PENGETAHUAN MAHASISWA TINGKAT III JURUSAN KEPERAWATAN DALAM BERKOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN PASIEN DI RSJ ...
  5. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK USIA 3 TAHUN DI ......
  6. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDERITA TUBERCULOSIS PARU (TBC) TERHADAP PENGOBATAN DI ....
  7. PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENGARUH ROKOK TERHADAP KESEHATAN PADA PELAJAR SMU....
  8. PERBEDAAN MEKANISME KOPING ANTARA MAHASISWA DAN MAHASISWI ....
  9. GAMBARAN PELAKSANAAN PENGKAJIAN FISIK PADA KLIEN BARU ....
  10. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA CIDERA KEPALA PADA PASIEN CIDERA KEPALA DI TINJAU DARI JENIS HELM YANG DIGUNAKAN PADA PENGENDARA SEPEDA MOTOR DI ....
  11. TINJAUAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMASANGAN KB IUD DI ....
  12. GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG DIIT MAKANAN PADA PENDERITA PENYAKIT THYPOID DI ....
  13. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TRIMESTER I TENTANG KEBUTUHAN GIZI DI ....
  14. PENGARUH MUSIK ROCK DAN MUSIK SLOW TERHADAP TEKANAN DARAH PADA SOPIR ANGUTAN KOTA RAJA BASA DI ....
  15. GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PEGAWAI RUMAH SAKIT DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE ....
  16. TINJAUAN PENGETAHUAN SISWA KELAS 1 DAN 2 TENTANG PERAN DAN PELAYANAN USAHA KESEHATAN SEKOLAH (UKS) DI ....
  17. GAMBARAN PERAN PERAWAT DI ....
  18. GAMBARAN PELAKSANAAN CUCI TANGAN OLEH PERAWAT SEBELUM DAN SETELAH BERINTERAKSI DENGAN PASIEN ....
  19. TINJAUAN PROSES KEPERAWATAN PENDERITA HYPERTENSI ....
  20. HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KEBUTUHAN GIZI ANAK USIA SEKOLAH DI ....
  21. GAMBARAN PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG IMUNISASI HEPATITIS DI ....
  22. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG MANFAAT MINUM OBAT CACING SECARA BERKALA DI ....
  23. GAMBARAN PENATALAKSANAAN CIDERA KEPALA BERAT DI ....
  24. KARAKTERISTIK PASIEN CIDERA KEPALA DI ....
  25. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN LAMANYA HARI RAWAT TERHADAP PASIEN FRAKTUR ....
  26. PENGARUH POLA ASUH IBU YANG BEKERJA TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN BALITA DI ....
  27. KARAKTERISTIK AKSEPTOR KB IUD DENGAN METODE KONTRASEPSI EFEKTIF TERPILIH IUD DI ....
  28. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA INFEKSI NOSOKOMIAL TERHADAP POST OPERASI TERENCANA DI ....
  29. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA DIARE PADA BALITA DI ....
  30. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN KLIEN TENTANG GASTRITIS AKUT DI ....
  31. HUBUNGAN KERAJINAN IBU MENGUNJUNGI POSYANDU DENGAN ANGKA KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI ....
  32. GAMBARAN PENGETAHUAN AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA TENTANG KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE (IUD) DI ....
  33. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU POST PARTUM DENGAN SECTIO CEASARIA TENTANG PERAWATAN LUKA DI ....
  34. GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KECEMASAN PADA ANAK USIA SEKOLAH (6 – 12 TAHUN) YANG BARU PERTAMA KALI DIRAWAT ....
  35. GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN MAHASISWI YANG TERLAMBAT MENSTRUASI DI ....
  36. HUBUNGAN KINERJA PMO DENGAN KEBERHASLAN PENGOBATAN TB PARU DI ....
  37. GAMBARAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG INFEKSI DAN CARA PENULARAN HEPATITIS (VIRUS B) ....
  38. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU-IBU ENTANG TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN ANAK UMUR 5 TAHUN DI ....
  39. FAKTOR-FAKTOR YANG BERKONTRIBUSI PADA PERILAKU KEKERASAN (AMUK) DI ....
  40. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PENGOBATAN PAKET TB PARU DI ....
  41. GAMBARAN KEBUTUHAN TENAGA PERAWAT DI UNIT RAWAT TINGGAL DENGAN 10 TEMPAT TIDUR DI ....
  42. IDENTIFIKASI PENYEBAB KURANG AKTIFNYA KADAR KESEHATAN DALAM UPAYA MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN PENYAKIT DIARE DI ........
  43. KARAKTERISTIK KECEMASAN ORANG TUA YANG ANAKNYA DIRAWAT DENGAN PENYAKIT AKUT DI ....
  44. GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN ASTHMA BRONCHIALE YANG MENGALAMI KEKAMBUHAN DI ........
  45. TINJAUAN TERHADAP PELAKSANAAN ASUHAN PERAWATAN PENDERITA POST PARTUM NORMAL DI ....
  46. TINGKAT PENGETAHUAN AKSEPTOR KONTRASEPSI IUD TENTANG EFEK SAMPING KONTRASEPSI IUD DI ....
  47. TINJAUAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PELAKSANAAN PROSES KEPERAWATAN DI ....
  48. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG ASI EKSKLUSIF DI ....
  49. TINJAUAN TENTANG EFEKTIVITAS TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) PADA KLIEN HALUSINASI DENGAR DI ....
  50. TINJAUAN TERHADAP PELAKSANAAN PENYULUHAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI ....
  51. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PRE EKLAMPSIA PADA IBU HAMIL DI ....
  52. GAMBARAN PENGETAHUAN UPAYA PENCEGAHAN GANGGUAN VEKTOR MALARIA OLEH MASYARAKAT DI ....
  53. TINJAUAN PROSES KEPERAWATAN PENDERITA HYPERTENSI DI ....
  54. ASPEK TENAGA KEPERAWATAN DI RUANG ....
  55. TINJAUAN TERHADAP PERAN KADER POSYANDU DALAM UPAYA PENINGKATAN CAKUPAN IMUNISASI BALITA DI ....
  56. GAMBARAN MOTIVASI PENDERITA TB PARU UNTUK BEROBAT KE ....
  57. GAMBARAN PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIARE DI ....
  58. TINJAUAN MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN RAWAT INAP DI ....
  59. TINJAUAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN SECTIO CEASARIA DI ....
  60. PERSEPSI PASIEN TERHADAP KOMUNIKASI PERAWAT DI ....
  61. TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG MASSAGE PADA BAYI LAHIR NORMAL DI ....
  62. TINJAUAN PELAKSANAAN ANTE NATAL CARE (ANC) DALAM PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK DI ....
  63. GAMBARAN PENGETAHUAN PELAKSANA PROGRAM USAHA KESEHATAN SEKOLAH DI ....
  64. KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS DI ....
  65. TINJAUAN TINGKAT PENERAPAN PROSES KEPERAWATAN OLEH TENAGA PERAWATAN LULUSAN D.III KEPERAWATAN DI ....
  66. TINJAUAN TERHADAP UPAYA PELAKSANAAN PENANGGULANGAN TUBERKOLUSIS PARU ....
  67. TINJUAN DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN DI ....
  68. TINJAUAN PELAKSANAAN PENYULUHAN KESEHATAN MASYARAKAT ....
  69. PANJANG KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2003.
  70. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBENTUK PERILAKU KLIEN POST OPERASI UNTUK MELAKUKAN MOBILISASI DINI DI ....
  71. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TENTANG PERAWATAN DIRI SENDIRI DI RUMAH DAN SEDANG DIRAWAT DI ....
  72. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG ASUHAN KEPERAWATAN DI ....
  73. TINJAUAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PELAKSANAAN PROSES KEPERAWATAN DI ....
  74. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA PRA SEKOLAH (3 – 6 TAHUN) DI ....
  75. KARAKTERISTIK IBU YANG MEMPUNYAI ANAK BALITA PADA POSYANDU MAWAR ....
  76. GAMBARAN PENGETAHUAN ANAK KELAS LIMA TENTANG MAKANAN EMPAT SEHAT LIMA SEMPURNA DI ....
  77. GAMBARAN YANG DAPAT MENYEBABKAN OSTEOPOROSIS PADA LANJUT USIA DI ....
  78. GAMBARAN PERUBAHAN PERILAKU KLIEN ISOLASI ATAU FIKSASI KARENA KEKERASAN (AMUK) DI ....
  79. TINJAUAN PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN DI ....
  80. HAMBATAN PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA ....
  81. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR (WUS) TENTANG IMUNISASI CALON PENGANTIN DI....
  82. GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG IMUNISASI HEPATITIS B PADA IBU-IBU DI ....
  83. GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR TENTANG NORMA KELUARGA KECIL BAHAGIA DAN SEJAHTERA DI ....
  84. GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PENDERITA STROKE ....
  85. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI PADA PENDERITA DIARE DI ....
  86. TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI BALITA ....
  87. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG PERAWATAN DEMAM PADA ANAK DI ....
  88. GAMBARAN KECEMASAN IBU PADA ANAK DENGAN PRE OPERASI MASTOIDITIS DI ....
  89. GAMBARAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG PENCEGAHAN PENULARAN TB PARU DI ....
  90. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU YANG MEMPUNYAI ANAK 1 – 3 TAHUN TENTANG TOILET TRAINING DI ....
  91. GAMBARAN PENGETAHUAN PENDERITA MALARIA DI ....
  92. GAMBARAN PENGETAHUAN PENDERITA KUSTA TERHADAP PENYAKIT DAN PENGOBATAN KUSTA DI ....
  93. GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG TUGAS KELUARGA TERHADAP ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA DI ....
  94. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU-IBU TENTANG IMUNISASI BCG PADA POSYANDU XXX DI ....
  95. GAMBARAN PENGETAHUAN KADER POSYANDU TENTANG PROGRAM PENYULUHAN PADA POSYANDU XXX DI ....
  96. GAMBARAN FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA SERANGAN ASTHMA BRONCHIALE DI ....
  97. GAMBARAN PELAKSANAAN KEPERAWATAN KELUARGA ....
  98. GAMBARAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT ASTHMA BRONCHIALE YANG DIRAWAT DI ....
  99. TINJAUAN PENATALAKSANAAN PERAWATAN DHF DI ....
  100. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA PENDERITA TB PARU TENTANG CARA PENULARAN PENYAKIT TB PARU ....
  101. GAMBARAN KEJADIAN INFEKSI AKIBAT PEMASANGAN KATETER URINE LEBIH DARI TIGA HARI DI ....
  102. ANALISIS KOMPARATIF PENGUKURAN TEKANAN DARAH ANTARA TENSIMETER AIR RAKSA DAN TENSIMETER DIGITAL PADA MAHASISWA DI ....
  103. IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB CEDERA KEPALA DI ....
  104. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWI KELAS I DAN II TENTANG IMUNISASI TETANUS TOXOID DI ....
  105. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU PRIMIGRAVIDA TENTANG CARA MEMANDIKAN BAYI DI RUMAH BERSALIN ....
  106. GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN CIDERA KEPALA YANG DIRAWAT DI ....
  107. GAMBARAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PERAN PERAWAT PELAKSANA TERHADAP KEGAWATDARURATAN PSIKIATRI PASIEN AMUK DI ....
  108. PERBEDAAN HASIL PENGUKURAN TEKANAN DARAH ANTARA POSISI KLIEN DUDUK DENGAN BERBARING DI ....
  109. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG RESIKO KERUSAKAN INTEGRITAS KULIT PADA PASIEN DIARE DI ....
  110. GAMBARAN TINGKAT KEPUASAN KLIEN DAN KELUARGA KLIEN TERHADAP PROSES PELAYANAN ASUHAN KEPERAWATAN DI ....
  111. GAMBARAN KARAKTERISTIK MAHASISWA DENGAN GANGGUAN KETAJAMAN PENGLIHATAN ....
  112. HUBUNGAN ANTARA STRESS DENGAN POLA MENSTRUASI PADA MAHASISWA DI ....
  113. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU POST PARTUM (PRIMIPARA) TENTANG WAKTU PEMBERIAN ASI PERTAMA KALI PADA BAYI BARU LAHIR NORMAL DI ....
  114. TINJAUAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG MENSTRUASI PADA SISWI KELAS I DAN KELAS II SMU ....
  115. ANALISIS HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ROKOK MAHASISWA ....
  116. GAMBARAN POLA KEBIASAN MAKAN SEHARI-HARI PADA PENDERITA GASTRITIS DI ....
  117. HUBUNGAN ORANG TUA YANG MEROKOK TERHADAP KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI ....
  118. HUBUNGAN KARAKTERISTIK PASIEN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DI ....
  119. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PENDERITA DM TERHADAP REGIMEN TERAPI DM DI ....
  120. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG PERTUMBUHAN ANAK BALITA USIA 1 SAMAPI DENGAN 5 TAHUN DENGAN KUNJUNGAN PENIMBANGAN BALITA DI ....
  121. HUBUNGAN YANG BERARTI ANTARA IKLAN KOSMETIKA DENGAN PENINGKATAN RASA PERCAYA DIRI SISWI KELAS X DI ....
  122. GAMBARAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG CARA PENULARAN PENYAKIT HEPATITIS DI ....
  123. GAMBARAN KARAKTERISTIK PERAWAT DAN TINGKAT KEPUASAN SEBAGAI PERAWAT PELAKSANA DI ....
  124. GAMBARAN PERILAKU PENCARIAN PELAYANAN IMUNISASI TETANUS TOXOID CALON PENGANTIN DI ....
  125. GAMBARAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI ....
  126. GAMBARAN SIKAP GURU TERHADAP PERILAKU HIDUP SEHAT SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) DI ....
  127. KARAKTERISTIK IBU YANG MENYAPIH ANAK DI BAWAH USIA 2 TAHUN DI ....
  128. GAMBARAN NILAI KADAR HEMOGLOBIN IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN ANEMIA KEHAMILAN DI ....
  129. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA DIABETES MELITUS (DM) TENTANG PENYAKIT DM DENGAN INSIDEN ULCUS DIABETIC DI ....
  130. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG STIMULASI PERKEMBANGAN ANAK UMUR 1 – 5 TAHUN DI....
  131. TINJAUAN TINGKAT PENGETAHUAN KADER TERHADAP PELAYANAN KEGIATAN POSYANDU DI ....
  132. TINJAUAN PENGETAHUAN ASUHAN KEPERAWATAN D.III KEPERAWATAN DI ....
  133. KARAKTERISTIK IBU YANG MEMBERIKAN ASI EKSKLUSIF DI ....
  134. HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG PERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR DENGAN MENGHENTIKAN PERAWATAN KESEHATAN DI ....
  135. KARAKTERISTIK IBU YANG MENGALAMI HIPEREMESIS GRAVIDARUM DI ....
  136. PERANAN PENYULUHAN TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT TB PARU PADA PENDERITA TB. PARU DI ....
  137. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU-IBU TENTANG GIZI PADA BALITA DI ....
  138. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU MENYUSUI TENTANG MANAJEMEN LAKTASI DI ....
  139. GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI PENDERITA KUSTA UNTUK BEROBAT KE ....
  140. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDERITA TUBERCULOSIS PARU (TBC) TERHADAP PENGOBATAN DI ....
  141. PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENGARUH ROKOK TERHADAP KESEHATAN PADA PELAJAR SMU XXX DI ....
  142. GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA KELAS 7 DAN 8 TENTANG PERAN DAN TUGAS GURU USAHA KESEHATAN SEKOLAH (UKS) DALAM PROMOSI KESEHATAN DI ....
  143. KARAKTERISTIK KLIEN HIPERTENSI DI ....
  144. KARAKTERISTIK PASIEN CIDERA KEPALA DI ....
  145. GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN LAMANYA HARI RAWAT PASIEN FRAKTUR DI ....
  146. HUBUNGAN POLA ASUH IBU YANG BEKERJA TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN BALITA DI ....
  147. KARAKTERISTIK AKSEPTOR KB IUD DI ....
  148. GAMBARAN PELAKSANAAN PROSEDUR PERAWATAN LUKA PADA PASIEN POST OPERASI TERENCANA DI ....
  149. GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA DIARE PADA BALITA DI ....
  150. GAMBARAN PENGETAHUAN KLIEN TENTANG GASTRITIS DI ....
  151. HUBUNGAN KERAJINAN IBU MENGUNJUNGI POSYANDU DENGAN ANGKA KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI ....
  152. GAMBARAN PENGETAHUAN AKSEPTOR KB TENTANG KONTRASEPSI IUD DI ....
  153. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU POST PARTUM DENGAN SECTIO CAESARIA TENTANG PERAWATAN LUKA DI ....
  154. GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA PENDERITA THYPOID TENTANG PENYAKIT THYPOID DI ....
  155. GAMBARAN KEGIATAN KELOMPOK LANJUT USIA DI ....
  156. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK (GGK) YANG MENJALANI HEMODIALISA TENTANG KEBUTUHAN CAIRAN DI ....
  157. GAMBARAN PELAKSANAAN CUCI TANGAN OLEH PERAWAT SEBELUM DAN SETELAH MELAKUKAN TINDAKAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DI ....
  158. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PROSES KEPERAWATAN PADA PENDERITA HIPERTENSI DI ....
  159. TINJAUAN TERHADAP PERAN KADER POSYANDU DALAM UPAYA PENINGKATAN CAKUPAN IMUNISASI POLIO 4 DAN CAMPAK DI ....
  160. KARAKTERISTIK PASIEN MIOKARDIAL INFARK AKUT (MCI) ...
  161. GAMBARAN GAYA HIDUP PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II DI ...
  162. HUBUNGAN ANTARA LAMA HARI RAWAT DENGAN TIMBULNYA GEJALA DEPRESI PADA PASIEN FRAKTUR DI RUANG ...
  163. GAMBARAN PENGETAHUAN MAHASISWA TINGKAT III JURUSAN KEPERAWATAN DALAM BERKOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN PASIEN DI RSJ ...
  164. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK USIA 3 TAHUN DI ...
  165. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN GENERASI MUDA TENTANG HIV/AIDS DI ...
  166. GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA TRIMESTER PERTAMA DI RB ...
  167. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG KANKER PAYUDARA DENGAN TINDAKAN MEMERIKSA PAYUDARA SENDIRI (SADARI) PADA SISWI KELAS XI
  168. HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA SISWA KELAS X DAN XI SMA ...
  169. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA TAHANAN DI ...
  170. GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG FASE-FASE DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT ...
  171. GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI WILJA PKM ...
  172. GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG HARGA DIRI RENDAH DI RUMAH SAKIT JIWA ...
  173. GAMBARAN PENGUKURAN TENTANG INDEKS MASSA TUBUH (IMT) TERHADAP KESEHATAN MAHASISWA ...
  174. FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT ...
  175. HUBUNGAN LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA DI DS ... WILJA PKM ...
  176. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA HIPERTENSI DENGAN KEPATUHAN DIET HIPERTENSI DI RUANG ...
  177. GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI KATARAK DI RUANG ...
  178. FAKTOR-FAKTOR APAKAH YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PENDERITA DIABETES MELLITUS (DM) TERHADAP SENAM DM DI RUMAH SAKIT ...
  179. GAMBARAN PENGETAHUAN PASANGAN USIA DINI TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI KELURAHAN ...
  180. GAMBARAN PENGETAHUAN SUAMI TENTANG ALAT KONTRASEPSI KONDOM DENGAN KEIKUTSERTAAN MENGGUNAKAN KONDOM DI ...
  181. GAMBARAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG TEKNIK MENGGANTI BALUTAN DI PKM RAWAT INAP ...
  182. TINGKAT KECEMASAN WANITA DALAM MENGHADAPI MASA MENOPAUSE DI KELURAHAN ...
  183. GAMBARAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) DI PKM ...
  184. PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN DI KLINIK ...
  185. GAMBARAN PENGETAHUAN PEDAGANG JAJANAN TENTANG BAHAYA PEMAKAIAN PEMANIS BUATAN PADA JAJANAN (MAKANAN DAN MINUMAN) DI SD ...
  186. GAMBARAN PENGETAHUAN PENJUAL MAKANAN TENTANG ZAT PENGAWET PADA JAJANAN DI KOMPLEKS ...
  187. GAMBARAN PERSONAL HYGIENE PADA LANJUT USIA (LANSIA) DI PERUMAHAN ...
  188. PERSEPSI IBU BALITA TENTANG POSYANDU DAN PEMANFAATANNYA DI DS ...
    GAMBARAN PELAKSANAAN PROMOSI KESEHATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DM) DI RUANG ...
  189. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA DENGAN PEMANFAATAN SAYURAN BAGI BALITA DI DS ...
  190. PERILAKU PENCEGAHAN SKABIES DI PANTI ASUHAN ...
  191. GAMBARAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SEKSUAL BAGI PASANGAN LANJUT USIA DI WILJA PKM ...
  192. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU-IBU TENTANG MANFAAT TANAMAN OBAT KELUARGA (TOGA) DI DS ...
  193. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG DAMPAK NEGATIF PERGAULAN BEBAS
  194. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP PENYAKIT MALARIA PADA SISWA ...
  195. GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN YANG DIALAMI SISWA KELAS XII SMUN ... DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL (UN)
  196. GAMBARAN GAYA HIDUP TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI DI PKM ...
  197. PERBEDAAN KADAR GLUKOSA DARAH PENDERITA DM TIPE II SEBELUM DAN SESUDAH MELAKUKAN SENAM DM DI RS ...
  198. TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA REUMATIK TENTANG PERAWATAN NYERI SENDI DI DSN ...
  199. HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG NYAMUK AEDES AEGYPTI DENGAN ANGKA KEJADIAN DBD DI ...
  200. TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT AIR PUTIH BAGI KESEHATAN TUBUH DENGAN KONSUMSI AIR PUTIH MAHASISWA TINGKAT I DI ...
  201. GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA PASIEN TB PARU TENTANG PENYAKIT TB PARU DI RUANG ...
  202. GAMBARAN PENGETAHUAN PEMULUNG TENTANG KEBERSIHAN DIRI DI DS ...
  203. GAMBARAN PERAN KADER DALAM KEGIATAN POSYANDU DI DS ...
  204. FAKTOR PENYEBAB TIDAK BERJALANNYA PROGRAM SENAM HAMIL DI WILAYAH PKM ...
  205. GAMBARAN PENGETAHUAN PENDERITA GASTRITIS TENTANG TEKNIK PENATALAKSANAAN NYERI NONFARMAKOLOGIS DI PKM ...
  206. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG MANFAAT VAKSINASI DI DSN ...
  207. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA HASIL CAKUPAN IMUNISASI HEPATITIS B PADA BAYI 0-7 HARI DI PKM ...
  208. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU PENGOBATAN PADA PASIEN PENYALAHGUNAAN NAPZA DI RSJ ...
  209. GAMBARAN PENATALAKSANAAN PERAWATAN PASIEN TRAKSI DI RUANG ...
  210. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PENERAPAN PRILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DITATANAN RUMAH TANGGA DI KELURAHAN ...

Rabu, 24 April 2013

                                                 ASKEP KEJANG DEMAM PADA ANAK
                                                                     Disusun Oleh :
                                                                   Arie Munandar
                                                                 Fika Anggriani br d
                                                                 Jarwan Khairil Yadi










                               AKADEMI KEPERAWATAN ABULYATAMA BANDA ACEH
                                                                             2012-2013


















 KATA PENGANTAR

             Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “ASKEP ANAK DENGAN KEJANG DEMAM PADA ANAK” Makalah ini berisikan tentang ASKEP Anak Dengan Kejang Demam Pada Anak. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang ASKEP Anak dengan Gangguan ISPA. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin
                                                                                                                           Banda Aceh, April 2013                          
                       


                                                                                                                                     Penyusun  




BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
              Demam Kejang merupakan kelainan neurologist yang paling sering dijumpai pada anak terutama pada golongan anak berumur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam. (Ngastiyah. 2005) Terjadinya jangkitan demam kejang tergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya suhu tubuh meningkat. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda, tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita demam kejang pada kenaikan suhu tertentu. (Ngastiyah. 1997). Bangkitan demam kejang merupakan satu manifestasi daripada lepasnya muatan listrik yang berlebihan disel neuron saraf pusat. Keadaan ini merupakan gejala terganggunya fungsi otak dan keadaan ini harus segera mendapatkan penanganan medis secara tepat dan adekuat untuk mencegah terjadinya komplikasi antara lain : Depresi pusat pernafasan, Pneumonia aspirasi, cedera fisik dan retardasi mental. Selain dampak biologis, klien juga mengalami pengaruh psikososial. Dalam keadaan ini klien akan merasa rendah tinggi karena perubahan pada tubuhnya. Klien juga aktivitasnya yang dapat menimbulkan bahaya bagi anak. .(hendarson 1997:268). B. TUJUAN PENULISAN Tujuan umum : Asuhan Keperawatan Pada anak dengan Kejang Demam Pada Anak Tujuan khuus : 1. Untuk memahami Pengkajian pada anak dengan Kejang Demam Pada Anak 2. Untuk memahami Diagnosa keperawatan pada anak dengan Kejang Demam Pada Anak 3. Untuk memahami Intervensi keperawatan pada anak dengan Kejang Demam Pada Anak 4.Untuk memahami Implementasi keperawatan pada anak dengan Kejang Demam Pada Anak 5.Untuk memahami Evaluasi keperawatan pada anak dengan Kejang Demam Pada Anak



                                                                    BAB II TINJAUAN TEORITIS


KONSEP DASAR
A. DEFENISI Demam Kejang atau febril convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38 o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. (Ngatsiyah : 1997 ) Demam Kejang merupakan kelainan neurologist yang paling sering dijumpai pada anak tertama pada golongan anak yang berumur 6 bulan sampai 4 tahun.. Pada demam kejang terjadi pembahasan sekelompok neuron secara tiba-tiba yang menyebabkan suatu gangguan kesadaran, gerak, sensori atau memori yang bersifat sementara. ( Aesceulaplus : 2000 ) Jenis-jenis demam Kejang : 1. Kejang Parsial • Kejang Persial Sederhana Ø Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini : Ø Tanda-tanda motorik kedutaan pada wajah, tangan atau salah satu sisi tubuh umumnya gerakan setiap kejang sama Ø Tanda atau gejala otomik, muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil. Ø Somotosenoris atau sensori khusus, mendengar musik, merasa seakan jatuh dari udara Ø Gejala psikis, rasa takut • Kejang Parsial Kompleks Ø Terapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks Ø Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik, mengecap-ngecap bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya Ø Tatapan terpakau. ( Natsiyah : 2004 ) 2. Kejang Umum. 1. Kejang Tonik Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus 2. Kejang Klonik Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik. 3. Kejang Mioklonik Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik. ( Aesceulaplus : 2000 )

B. MANIFESTASI KLINIK
            Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik. Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita epilepsy. Untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu : 1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion) 2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu : 1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun 2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit. 3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali 4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam 5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal 6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.

C. ETIOLOGI
              Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti, demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu tinbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang (Mansjoer, 2000). Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia (penurunan oksigen dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air, atau demam tinggi. Kejang yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel apabila stimulus pencetusnya dihilangkan (Corwin, 2001).

 D. TANDA DAN GEJALA
            Umumnya demam kejang berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik-tonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kelaukan atau hanya sentakan atau kelaukan fokal. Sebagian besar kejang berlangusng kurang dari 6 menit dan kurang 80 % berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa deficit neurology. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang yang pertama. Dan orang tua akan mneggambarkan manifestasi kejang tonik-klonik (yaitu, tonik-kontraksi otot, ekstensi eksremitas, kehlangan control defekasi dan kandung kemih, sianosis dan hilangnya kesadaran. (Mary E Muscari)

E. ANTONOMI FISIOLOGI
               Seperti yang dikemukakan Syaifuddin (1997), bahwa system saraf terdiri dari system saraf pusat (sentral nervous system) yang terdiri dari cerebellum, medulla oblongata dan pons (batang otak) serta medulla spinalis (sumsum tulang belakang), system saraf tepi (peripheral nervous system) yang terdiri dari nervus cranialis (saraf-saraf kepala) dan semua cabang dari medulla spinalis, system saraf gaib (autonomic nervous system) yang terdiri dari sympatis (sistem saraf simpatis) dan parasymphatis (sistem saraf parasimpatis). Otak berada di dalam rongga tengkorak (cavum cranium) dan dibungkus oleh selaput otak yang disebut meningen yang berfungsi untuk melindungi struktur saraf terutama terhadap resiko benturan atau guncangan. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, arachnoid dan diamater. Sistem saraf pusat (Central Nervous System) terdiri dari :
         A. CEREBRUM (OTAK BESAR)
              Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah anterior dan superior rongga tengkorak di mana cerebrum ini mengisi cavum cranialis anterior dan cavum cranialis media. Cerebrum terdiri dari dua lapisan yaitu : Corteks cerebri dan medulla cerebri. Fungsi dari cerebrum ialah pusat motorik, pusat bicara, pusat sensorik, pusat pendengaran / auditorik, pusat penglihatan / visual, pusat pengecap dan pembau serta pusat pemikiran. Sebagian kecil substansia gressia masuk ke dalam daerah substansia alba sehingga tidak berada di corteks cerebri lagi tepi sudah berada di dalam daerah medulla cerebri. Pada setiap hemisfer cerebri inilah yang disebut sebagai ganglia basalis. Yang termasuk pada ganglia basalis ini adalah : 1) Thalamus Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali impuls pembau yang langsung sampai ke kortex cerebri. Fungsi thalamus terutama penting untuk integrasi semua impuls sensorik. Thalamus juga merupakan pusat panas dan rasa nyeri. 2) Hypothalamus Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III hypothalamus terdiri dari beberapa nukleus yang masing-masing mempunyai kegiatan fisiologi yang berbeda. Hypothalamus merupakan daerah penting untuk mengatur fungsi alat demam seperti mengatur metabolisme, alat genital, tidur dan bangun, suhu tubuh, rasa lapar dan haus, saraf otonom dan sebagainya. Bila terjadi gangguan pada tubuh, maka akan terjadi perubahan-perubahan. Seperti pada kasus kejang demam, hypothalamus berperan penting dalam proses tersebut karena fungsinya yang mengatur keseimbangan suhu tubuh terganggu akibat adanya proses-proses patologik ekstrakranium. 3) Formation Reticularis Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang otak (superior dan pons varoli) ia berperan untuk mempengaruhi aktifitas cortex cerebri di mana pada daerah formatio reticularis ini terjadi stimulasi / rangsangan dan penekanan impuls yang akan dikirim ke cortex cerebri.

 B. SEREBELLUM
               Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fossa cranial posterior. Terletak di superior dan inferior dari cerebrum yang berfungsi sebagai pusat koordinasi kontraksi otot rangka. System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsung keluar dari otak atau batang otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus cranialis ada 12 pasang : • 1) N. I : Nervus Olfaktorius • 2) N. II : Nervus Optikus • 3) N. III : Nervus Okulamotorius • 4) N. IV : Nervus Troklearis • 5) N. V : Nervus Trigeminus • 6) N. VI : Nervus Abducen • 7) N. VII : Nervus Fasialis • 8) N. VIII : Nervus Akustikus • 9) N. IX : Nervus Glossofaringeus 10 N. X : Nervus Vagus • 11) N. XI : Nervus Accesorius • 12)N. XII : Nervus Hipoglosus. System saraf otonom ini tergantung dari system sistema saraf pusat dan system saraf otonom dihubungkan dengan urat-urat saraf aferent dan efferent. Menurut fungsinya system saraf otonom ada 2 di mana keduanya mempunyai serat pre dan post ganglionik yaitu system simpatis dan parasimpatis. Yang termasuk dalam system saraf simpatis adalah : 1) Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis, lumbal dan seterusnya 2) Ganglion simpatis dan serabut-serabutnya yang disebut trunkus symphatis 3) Pleksus pre vertebral : Post ganglionik yg dicabangkan dari ganglion kolateral. System saraf parasimpatis ada 2 bagian yaitu : Serabut saraf yang dicabagkan dari medulla spinalis: 1. Serabut saraf yang dicabangkan dari otak atau batang otak 2. Serabut saraf yang dicabangkan dari medulla spinalis.

 F. PATOFISIOLOGI

                Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler. Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida. Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis


 G. KOMPLIKASI


            1. Aspirasi 2. Asfiksi 3. Retardasi mental Komplikasi tergantung pada : 1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga 2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita demam kejang 3. Kejang berlangsung lama atau kejang tikal

 H. PENATALAKSANAAN MEDIS

            a. Untuk mengetahui adanya keadaan patologis di otak : tumor, edema, infark, lesi congenital dan hemogragik. b. .MRI (Magnetic Resenance Imaging ) Menentukan adanya perubahan / patologis SSP c. Rontgen Tengkorak Tidak banyak mebantu untuk mendiagnosa aktivitas kejang kecuali untuk mengetahui adanya fraktur 6. Pemeriksaan Metabolk (Pemeriksaan Laboratorium ) Meliputi : • Glukosa darah • Kalsium fungsi ginjal dan hepar • Pemeriksaan adanya infeksi : test widal, lumbal fungsi • Kecepatan sedimentasi, hitung platelet • Pemeriksaan serologi imunologi 1. Pemberian cairan IV dengan cairan yang mengandung glukosa 2. Pila kejang sangat lama, sehingga terdapat kemungkinan terjadinya edema otak. Diberikan kortikosteroid sepeti kortison 20-30 mg/Kg BB atau glukokortikoid seperti deksametason ½ – ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik. 3. Berikan diazepam secara IV / Rectal untuk menghentikan kejang 4. Pemberian Fenobarbital secara IV 5. Untuk menghentikan status kovulsivus diberikan difenilhidantion secara IV 6. Pembedahan, terutama untuk pasien yang resisten terhadap pengobatan yang tujuannya • Memetakan aktivitas listrik di otak • Menentukan letak / focus epileprogenik • Mengangkat tumor, kelainan otak lainnya • Namun pembedahan dapat meninbulkan berbagai komplikasi lain : edema serebral, hemoragi, hidrocepalus, infark serebral atau peningkatan kejang. (Ngastiyah, 1997).


I. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

         1. Pertahanan suhu tubuh stabil 2. Menjelaskan cara perawatan anak demam 3. Melakukan dan mengajarkan pada keluarga cara kompres panas serta menjelaskan tujuan 4. Beri terapi anti konvulsan jika diindikasikan. Terapi konvulsan dapat diindikasikan pada anak-anak yang memenuhi kriteria tertentu antara lain : kejang fokal atau kejang lama, abnormalitas neurology, kejang tanpa demam, derajat pertama, usia dibawah 1 tahun dan kejang multiple kurang dari 24 jam.

J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 1. Untuk mengetahui adanya keadaan patologis di otak : tumor, edema, infark, lesi congenital dan hemoragik
2. MRI (Magnetic Resenance Imaging ) Menentukan adanya perubahan / patologis SSP
3. Rontgen Tengkorak, Tidak banyak mebantu untuk mendiagnosa aktivitas kejang kecuali untuk mengetahui adanya fraktur
 4. Pemeriksaan Metabolk (Pemeriksaan Laboratorium ) Meliputi : • Glukosa darah • Kalsium fungsi ginjal dan hepar • Pemeriksaan adanya infeksi : test widal, lumbal fungsi • Kecepatan sedimentasi, hitung platelet • Pemeriksaan serologi imunologi
 5. EEG Sangat bermanfaat untuk menentukan diagnosa kejang dan menentukan lesi serta fungsi neurology (Ngastiyah, 1995).



                                       BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS KLIEN
       Nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, alamat dan diagnosa medis serta tanggal masuk
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat Kesehatan Sekarang Klien mengalami peningkatan suhu tubuh >38,nadi, apnea, keletihan dan kelemahan umum, inkontinesia baik urine ataupun fekal, sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang. Klien akan merasa nyeri otot dan sakit kepala.
 b. Riwayat Kesehatan Dahulu Adanya klien riwayat terjatuh / trauma, faktur, adanya riwayat alergi dan adanya infeksi. Note : bagaimana dgn riwayat kejang demam perlu dikaji nggak???
 c. Riwayat Kesehatan Keluarga Faktor resiko demam kejang pertama yang penting adalah deman, selain itu terdapat faktor herediter. (faktor herediternya, yg bagaimana)

4. PEMERIKSAAN FISIK Note : karena kelompok askep nya tinjauan kepustakaan, maka pemeriksaan fisiknya juga mengikuti referensi pemeriksaan fisik yg mengarah kepada kejang demam, pemeriksaan fisik pd anak b. Kepala : kulit kepala bersih san beruban, tidak ada luka lesi, rambut klien tipis, mukosa mulut kering, skelera tidak iketrik, konjungtiva anemis c. Leher : tidak terdapat pembengkakan kelenjar tiroid ( tidak ada kelainan). d. Dada : simetris kiri- kanan, tidak tertaba massa e. abdomen : distansi abdomen, terdenngar bising usus f. Ekstremitas : terpasang cairan infuse di tangan kanan dengan cairan RL, turgor kulit jelek ± 3 detik, kekuatan otot g. Genitalia : tidak ada keluhan h. Tanda-tanda vital • Suhu tubuh klien meningkat lebih dari 37’5 C • Pernapasan : Gigi mengatup, siasonosis, apnea, pernapasan menurun / cepat; peingkatan mucus. • Sirkulasi : Hipertensi, peningkatan nadi. 4. Tingkat pertumbuhan dan perkembangan pada anak balita (0-5 tahun) (Smeltzer,2000) a. Pertumbuhan Pertambahan BB 2 kg / tahun pada usia 21 bulan, kelihatan kurus, tapi aktifitas motorik tinggi, system tubuh matang (berjalan dan lompat), TB 6-7 cm / tahun, kesulitan makan, eliminasi mandiri, kognitif berkembang, mmebutuhkan pengalaman belajar, inisiatif dan mampu identifikasi identitas diri. Note : pengkajian pertumbuhan saja, jgn dicampur dgn perkembangan, buat sesuai usia (1-5 tahun) b. Perkembangan (Motorik, bahasa, kognitif) Berdiri satu kaki, menggoyangkan jari kaki, mengambar acak, menjepit benda, melambaikan tangan, makan sendiri, menggunakan sendok, menyebutkan empat gambar dan warna, menyebutkan warna benda, mengerti kata sifat, menirukan berbagai bunyi kata, paham dengan arti larangan berespon terhadap panggilan, menagis bial dimarahi, permintaan sederhana, kecemasan perpisahan orang terdekat, mengenali semua anggota keluarga. Note : pengkajian perkembangan saja, jgn dicampur dgn pertumbuhan, buat sesuai usia (1-5 tahun) 5. Pemeriksaan Penunjang B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

             Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti tentang masalah pasien/klien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan. Diagnosa keperawatan yang muncul adalah : a. Potensial terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi. b. Potensial terjadinya trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot c. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi yang ditandai : 1. Suhu meningkat 2. Anak tampak rewel d. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai : keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya.


 C. PERENCANAAN
             Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut. Rencana keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160) A. Diagnosa Keperawatan : potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi Tujuan : Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan hiperthermi Kriteria hasil : 1. Tidak terjadi serangan kejang ulang. 2. Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak) 3. Nadi 110 – 120 x/menit (bayi) 100-110 x/menit (anak) 4. Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi) 24 – 28 x/menit (anak) 5. Kesadaran composmentis Rencana Tindakan : 1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat. Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat. 2. Berikan kompres dingin Rasional : perpindahan panas secara konduksi 3. Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll) Rasional : saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat. 4. Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam Rasional : Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan. 5. Batasi aktivitas selama anak panas Rasional : aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas. 6. Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis. Rasional : Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis B. Diagnosa Keperawatan : potensial terjadi trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot Tujuan : Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan. Kriteria Hasil : 1. Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan. 2. Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang. 3. Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang. Rencana Tindakan : 1. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah. Rasional : meminimalkan injuri saat kejang 2. Tinggalah bersama klien selama fase kejang.. Rasional : meningkatkan keamanan klien. 3. Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah. Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut. 4. Letakkan klien di tempat yang lembut. Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot volunter berkurang. 5. Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang. Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu. 6. Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal C. Diagnosa Keperawatan / Masalah : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi. Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi Kriteria hasil : Suhu tubuh 36 – 37,5º C, N ; 100 – 110 x/menit, RR : 24 – 28 x/menit, Kesadaran composmentis, anak tidak rewel. Rencana Tindakan : 1. Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi. Rasional : mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh. 2. Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan keperawatan yang selanjutnya. 3. Pertahankan suhu tubuh normal Rasional : suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh. 4. Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak . Rasional : proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara. 5. Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat menyerap keringat. 6. Atur sirkulasi udara ruangan. Rasional : Penyediaan udara bersih. 7. Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat. 8. Batasi aktivitas fisik Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan panas. D. Diagnosa Keperawatan / Masalah : Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan informasi Tujuan : Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya. Kriteria hasil : 1. Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya. 2. Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan. 3. keluarga mentaati setiap proses keperawatan. Rencana Tindakan : 1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat. 2. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam Rasional : penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan keluarga 3. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan. Rasional : agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan 4. Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang demam, antara lain : 1. Jangan panik saat kejang 2. Baringkan anak ditempat rata dan lembut. 3. Kepala dimiringkan. 4. Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu dimasukkan ke mulut. 5. Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang. 6. Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri banyak minum segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama. Rasional : sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan. 5. Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas. Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang. 6. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu. Rasional : sebagai upaya preventif serangan ulang 7. Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam. Rasional : imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang demam D. PELAKSANAAN Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 ) E. EVALUASI Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162). Potensial kejang berulang berhu-bungan dengan hiperthermi. Potensial terjadi trauma fisik berhubungan kurangnya koordina-si otot. Gangguan rasa nyaman berhu-bungan dengan hiperthermi. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi. Klien tidak mengalami kejang selama 2x24 jam. Kriteria : • Tidak terjadi serangan ulang • Suhu : 36 – 37,5 º C • N : 100 – 110 kali/menit • Kesadaran : composmentis Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan. Kriteria : • Tidak terjadi traumas fisik selama kejang. • Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang. • Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang rasa nyaman terpenuhi Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya. Kriteria : • Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya. • Keluarga mampu diikutserta-kan dalam proses perawatan. • Keluarga mentaati setiap proses perawatan. DAFTAR PUSTAKA Lumbantobing SM, 1989, Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak, Gaya Baru, Jakarta. Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta. Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta. Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi ke 2, PT. Sagung Seto: Jakarta. Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta. Rendle John, 1994, Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6, Binapura Aksara, Jakarta. Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta. Santosa NI, 1993, Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga, Depkes RI, Jakarta. Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta. Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya. Sumijati M.E, dkk, 2000, Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak, PERKANI : Surabaya. Wahidiyat Iskandar, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 2, Info Medika, Jakarta.

Rabu, 27 Maret 2013


                                            "LEARNING WITH US"

1. Penyakit menular (Communicable diseases) : adalah penyakit infeksi yang dapat dari orang atau hewan sakit, dari rervior ataupun dari benda-benda yang mengandung bibit penyakit lainnya ke manusia yang sehat.

 2. Penyakit infeksi : adalah penyakit yang disebabkan oleh sudatu bibit penyakit sperti : Bakteri, virus, jamur, cacing dan lain-lainnya.

3. Infeksi : adalah masuknya disertai pertumbuhan dan perkembang biakan sesuatu bibit pentakit didalam tubuh manusia atau hewan sehingga timbul gejala-gejala penyakit. 

 4. Kontaminasi : adalah pengotoran permukaan tubuh atau benda-benda oleh sesuatu bibit penyakit. 

5. Desinfeksi : adalah tindakan untuk membunuh bibit penyakit yang berada di luar tubuh. 

6. Isolasi : adalah pemisahan penderita penyakit infeksi dari orang-orang sehat di sekitarnya untuk menghindari terjdinya penularan. 

7. Karantina : adalah pembatasan kebe  basan seseorang yang diduga telah tertular sesuatu penyakit karanthina, selama masa inkubasi penyakit karantina yang diduga. Bilaselma dalam pengawasan ini ia benar-benar menderita penyakit karantina yang diduga, ia kemudian akan diisolasikan. Bilasetelah lewat masa inkubasi, ia tetap sehat akan dibebaskan kembali. 

8. Tindakan karantina : adalah tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menolak masuknya dan mencegah keluarnya penyakit-penyakit kearantina melalui alat-alat hubungan lalu lintas seperti : kapal laut, peasawat udara. 

 9. Masa Inkubasi ( masa tunas) : adalah waktu antara masuknya suatu bibit penyakit kedalam tubuh sampai yimbulnya gejala-gejala penyakit.

 10. Hospes (Host : Tuan Rumah) : adalah manusia atau hewan yang ditumpangi sesuatu parasit.

 11. Parasit : adalah oerganisme (mahkluk hidup) yang hidupnya menumpang pada mahkluk hidup lain dan merugikan mahluk hidup yang ditumpanginnya. 12.

 Carrier (Pembawa) : adalah oarang yang membawa suatu bibit penyakit, tapi ia sendiri tidak menunjukan gejal-gejal sakit. 

13. Reservoir : adalah manusia, hewan atau benda-benda yang merupakan tempat berkembang biaknya bibit penyakit sehingga merupakan sumber penularan. 

 14. Vektor (Transmitter) : adalah hewan yang merupakan pemindahan bibit penyakit sehingga terjadi penularan. 

 15. Epidemi (Wabah) : adalah penyebaran suatu penyakit secara cepat sehingga dalam waktu yang bersamaan atau secara bergiliran banyak orang menderita penyakit yang sama. 

 16. Pandemi : adalah epidemi yang menyerang seluruh dunia. 

 17. Endemi : adalah berkecamuknya sesuatu penyakitr infeksi yang terus menerus terdapat di suatu daerah mengenai segolongan penduduk. 

 18. Epizootie : adalah epidemi pada binatang. 

 19. Virulensi : adalah ukuran keganasan suatu bibit penyakit untuk menimbulkanpenyakit. 

 20. Bakteri pathogen : adalah bakteri yang dapat menimbulkan penyakit. 

 21. EDEMA : Pembengkakan yang disebabkan oleh penumpukan cairan pada jaringan tubuh. 

 22. EFEK SAMPING (Side Effect) : Daya kerja atau efek obat (atau vaksin) yang tidak diharapkan. Istilah ini biasanya berhubungan dengan dampak buruk seperti sakit kepala, ruam, atau kerusakan hati. 

 23. ELEKTROLIT (Electrolyte) : Zat mineral yang sangat penting untuk fungsi tubuh normal. Elektrolit sering hilang waktu muntah-muntah atau diare. 


 24. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) : Tes laboratorium yang sangat peka untuk menentukan ada/tiadanya antibodi terhadap HIV dalam darah atau cairan tubuh lain. 

 25. EMBOLI (Embolism) : Penyumbatan pembuluh darah oleh benda asing (mis. bekuan darah, udara).

 26. EPIDEMI (Epidemic) : Menyebarnya penyakit pada banyak orang. 

 27. EPIDEMIOLOGI (Epidemiology) : Ilmu yang mempelajari epidemi. 

 28. EPITEL (Epithelium) : Lapisan (termasuk kulit) yang melindungi organ tubuh luar dan dalam, termasuk pembuluh darah. 

 29. ETIOLOGI (Etiology) : Ilmu tentang penyebab penyakit. 

 30. FARMAKOKINETIK (Pharmacokinetik) : Ilmu yang mempelajari bagaimana obat diserap dan disebarkan di seluruh tubuh 

 31. FARMAKOLOGI (Pharmacology) : Ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang obat, terutama dampaknya pada tubuh.

 32. FIBROSIS : Kerusakan hati ditandai oleh jaringan hati berserat. Lihat Sirosis. 

 33. FORMULASI (Formulation) : Bentuk fisik obat, mis. tablet, kapsul, sirop, krim, suntikan. 

 34. GEJALA (Symptom) : Keadaan atau keluhan yang menyertai infeksi atau penyakit. 

 35. GENERALISATA (Generalized) : Penyebaran sangat luas. 

 36. GENERIK (Generic) : Obat yang mempunyai kandungan aktif yang sama dengan obat merek dalam hal takaran, keamanan, kekuatan, bagaimana dipakai, mutu, kinerja dan penggunaan.

 37. GENOTIPE (Genotype) : Ciri-ciri fisik yang tidak tampak dari luar, khususnya yang bersangkutan dengan susunan genetika, sebagai akibat evolusi biologi pada organisme. Cara melaksanakan tes resistansi, dengan melihat kode genetik virus untuk menentukan apakah ada mutasi yang diketahui menimbulkan resistansi. 

 38. HEMATOLOGI (Hematology) : Ilmu yang mempelajari hal darah. 

 39. HEMATOKRIT (Hematocrit) : Mengukur persentase volume darah yang diambil oleh sel darah merah. 

 40. HEMOGLOBIN (HB) : Protein dalam sel darah merah yang membawa oksigen ke sel di seluruh tubuh. 

 41. HEPATITIS : Radang hati akibat virus atau alasan lain. 

 42. HIPOGLISEMIA (Hypoglycemia) : Tingkat gula yang rendah di dalam darah. 

 43. HIPOKSEMIA (Hypoxemia) : Tingkat oksigen dalam darah yang rendah. 

 44. HISTOLOGIS (Histological) : Berhubungan dengan jaringan tubuh. Terkait HCV, perbaikan histologis berarti perbaikan pada jaringan hati, dengan penurunan pada radang atau fibrosis dalam perbandingan dengan biopsi sebelumnya. 

 45. INSOMNIA : Kelainan/kesulitan tudur.

 46. INSULIN : Hormon yang mengatur metabolisme karbohidrat. 

 47. INTERAKSI (Interaction) : Dampak yang dapat terjadi bila satu obat dipakai bersamaan dengan obat lain atau dengan makanan tertentu, atau dengan jamu/suplemen/narkoba. 

 48. JARINGAN (Tissue) : Satu kumpulan sel yang sejenis yang bertindak bersama-sama untuk mengerjakan fungsi tertentu. Ada empat jaringan dasar di dalam tubuh, yakni epitelium, sendi penyambung, otot dan saraf. 

 49. KANDIDA (Candida): Jamur yang menyerupai ragi dapat menyebabkan infeksi pada manusia. 

50. KANDIDIASIS (Candidiasis) : Infeksi akibat jamur dari keluarga Kandida, umumnya Candida albicans.

PUISI CINTA menurut ISLAM

Curahan Hati Teruntuk Kekasih Haram ku kasih.. entah dengan apa ku harus menggambarkan segala rasaku padamu tak cukup dengan untaian kata, dan barisan kalimat indah Astaghfirulloh.. aku kembali tersadar dari lamunan tak mampu tergambar dengan pewarna apapun, semuanya terlalu indah tak kan ada kanvas yang mampu membingkai semua warna tentangmu.. maaf, mungkin tak akan ada lagi sms dariku yang rutin masuk ke hapemu tuk menanyakan sudah shalat atau belum aku tak ingin engkau memiliki sedikit rasa ria sedikitpun di hatimu ketika kan beribadah ya Rabbi, halalkan semua rindu kami jika prnah melebihi rinduku padaMu halalkan cinta kami jika pernah melebihi cinta yang seharusnya kami tujukan padaMu kekasihku.. rangkaian kata terakhir di surat ini semoga bisa menjadi pengingat sekaligus tanda akhir dari hubungan haram kita, Insya Allah ya Allah.. Engkau cahaya di atas cahaya, dalam kerinduan mendalam, dalam tatih meniti pintu cahayaMu izinkan aku menggelar sajadah bersamanya beralas cinta berujung surga kelak.. Di pagi hari, hangatnya sinar mentari tetap tak mampu menyinari hati yang sedang dirundung rindu. Perjumpaan dengan kekasih menjadi satu hal yang dinanti. Benda pertama yang langsung disambar pastilah HP sekadar mengucap ‘hai’ atau ‘selamat pagi’. Meski tak terucap, bilur kerinduan itu terpancar jelas dari sikap. Bila sudah begini, masa iya liburan akan ditambah lagi? Ketika tiba saatnya suami menjemput istri, maka rona rindu dan bahagia itu akan mewarnai pertemuan kedua insan. Pun bila sudah ada anak di antara mereka, semburat rindu itu tak kan mampu disembunyikan. Anak pun biasanya jadi alasan, ehem. ….Ketika tiba saatnya suami menjemput istri, maka rona rindu dan bahagia itu akan mewarnai pertemuan kedua insan. Semburat rindu itu tak kan mampu disembunyikan…. Assalamu’alaikum ~ Jangan memuji kecantikan pelangi Tapi pujilah Allah Yang menciptakan Langit & Bumi Jangan percaya Denga kata-kata bijakku Tapi percayalah Firman Allah yang Maha Benar Jangan masukkan namaku di hatimu Tapi masukkan nama Allah Hingga hatimu tenang Jangan sedih jika cintamu di dustakan Tapi sedihlah jika engkau dustakan Allah Jangan pula engkau minta cinta kepada penyair Tapi mintalah kepada Allah yg memiliki cinta yg kekal dan sejati Ya Allah yang Maha Rahman & Rahim Jangan jadikan hatiku batu yg mengeras Hingga lupa akan rahmatMu Dimanakah ku harus berlabuh… Saat semua dermaga menutup pintu, Dan berkata “ ini bukan untukmu…” “Segara menjauh karna disini bukan tempatmu….!!!” Ya Allah… Katakan padaku, dermaga untukku berlabuh…??? Agar ku segera menghela nafas kehidupan yang baru. Sampai kapan ku harus arungi waktu,.. Ku lelah Menunggu suatu yang tak pasti walau hanya Satu,.. Ya Allah … Beri aku penerang jalan-Mu Agar tak tersesat saat ku melaju,.. Kuatkan awak kapalku, Saat badai menghalangi jalanku Ya Allah … Tetaplah disisiku, Jangan Engkau menjauh dariku… Karna ku mati tanpa hadir-Mu Puisi ketika marah Sayangku, kenalilah musim hujan yang basah dan kemarau yang meranggaskan daun-daun kering di sepanjang hari dalam dua belas purnama karena cintaku bersemi di dua musim kenalilah gelisah angin di antara buluh-buluh bambu yang meliuk ke kanan dan meliuk ke kiri yang menggemerisik di antara sunyi karena ada bisikan tentang gelisahku ketika senja turun di bukit-bukit tak berpenghuni ada rona yang dilukiskan pada latar langitnya merah membara dan kadang-kadang lembayung kenalilah warnanya yang disapukan dari rinduku sayangku, malam-malamku adalah catatan tentang cinta dinginnya menghangatkan dan memberi aroma rasa aku jejaki purnama yang tenggelam di antara awan dan aku ingin terbenam bersama cinta yang kau bawa I LOVE U Dengan hati yg tulus Dalamnya cinta yg begitu putih Pejamkan matamu Rasakan dari hati kehati MUACH… Kecupan hangat dikeningmu Tanda kasih sygku HAPPY BIRTHDAY KASIHKU (nama pacar ) Yg ke …. Moga panjang umur Dan esok pagi bukalah matamu Lihatlah indahnya surya pagi Menyapamu Bersama doaku yg akan slalu Menyinari langkahmu Sms Pada hari istimewa ini Semoga kegembiraan mengisi dirimu dalam setiap jam Dan semoga kegembiraan ini akan terus menerangi jalan mu kedepannya. Met ulang tahun sayang.... May your memories today be warm ones May your dreams today be dear May your joy last through the year Have a wonderful birthday ! Ucapan ini tidak memiliki lemak, kolesterol dan tidak ada adiktif. Ini semua alami datang dari hati , kecuali ..dengan banyak madu untuk membuatnya lebih manis! Tapi Percayalah itu tidak akan pernah bisa...semanis orang yg menerima pesan ini! Happy Birthday, Sayang..moga kamu bahagia hari ini..